Jumat, 29 November 2013

Analisa Kebijakan Sistem Pembayaran Pelayanan Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


Analisa logis kebijakan sistem pembayaran pelayanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Oleh : Trio Adiwibowo
(13/354345/PKU/13881)


Analisa Kebijakan :
Tepat 1 Januari 2014,  Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebentar lagi akan diterapkan di Indonesia yang dikelola BPJS. Dengan diterapkannya Jaminan Kesehatan secara nasional tersebut artinya cakupan peserta akan meningkat secara drastis, dengan begitu akan ada peningkatan yang besar pula terhadap permintaan pelayanan kesehatan, hal ini menyebabkan pembiayaan pelayanan kesehatan akan membesar serta resiko tinggi pembengkakan biaya pelayanan yang harus dibayar BPJS kepada Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK).  Sehingga perlu satu kebijakan yang mengatur cara pengelolaan Jaminan Kesehatan yang tepat dalam rangka menghindari sistem asuransi sosial menjadi collaps

Secara teori cara pengelolan asuransi kesehatan dapat dilakukan dalam bentuk managed care, indemnitas, dan kapitasi, serta beberapa lainnya. Secara jelas alasan pemilihan kebijakan cara pengelolaan pembayaran pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
1.   Managed care dengan INA-CBGs, Asuransi kesehatan yang melakukan kontrak dengan PPK dan benefit yang diperoleh berupa pelayanan kesehatan. Dalam konteks JKN, tarif yang diberlakukan adalah tariff berdasarkan INA-CBGS, sehingga Biaya pelayanan dapat dikendalikan karena sudah memiliki tariff yang tetap serta mutu pelayanan juga terkendali karena dengan IN-CBGs harus dituntut menerapkan clinical pathway dengan sungguh-sungguh dengan demikian dapat menghindari asimetri informasi.
2.     Indemnitas dengan klaim terbatas, Asuransi kesehatan yang membayar benefit dalam bentuk uang apabila peserta sakit. Klaim dilakukan setelah peserta membayar sendiri ke rumahsakit dan Peserta bebas memilih PPK. Yang menjada masalah pada cara pembayaran ini adalah aka nada hasrat maksimalisasi pelayanan kesehatan sehingga biayanya pun akan semakin besar. Walaupun ada batasan klaim, namun hal itu dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan dan clinical pathway tidak maksimal (putus ditengah jalan).

3.     Kapitasi,  merupakan suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang dilakukan di muka berdasar jumlah tanggungan kepala per suatu daerah tertentu dalam kurun waktu tertentu tanpa melihat frekuensi kunjungan tiap kepala tersebut. Kelemahan dalam cara pembayarn ini sering terjadi underutilisasi (pengurangan layanan yang diberikan).


Analisis Stakeholder : Pro Kontra Aktor terkait dalam Kebijakan managed care dengan INA-DRGs dalam pelaksanaan Jamninan Kesehatan Nasional (JKN)

Tabel 1. Pendukung Versus Penentang Kebijakan
Managed care dengan INA-DRs

STAKEHOLDER
STATUS
PENJELASAN
Pemerintah
PRO
Lebih mudah untuk mengontrol biaya (kendali biaya) sehingga dapat menghindari jebol anggaran.
BPJS
PRO
Pengalaman menjalankan system INA-CBGs, serta mudah untuk mengelola biaya pelayanan kesehatan ke PPK
Rumah Sakit Pemerintah
PRO
Kebanyakan pasien kelas III, dimana tarif INA-CBGs dengan tarif RS ada gap yang besar, sehingga lebih menguntungkan RS.
Rumah Sakit Swasta
KONTRA
Tarif RS swasta yang mahal dan berorientasi pada keuntungan sebesar-besarnya, merasa tarif INA-CBGs tidak cukup untuk mebiayai pelayanan kesehatan yang diberikan.
Tenaga Medis
KONTRA
Jasa medis yang dianggap kecil karena harus dibagi dengan tenaga medis dan non medis yang lain, sementara beban kerja semakin tinggi karena cakupan peserta yang besar.
Perusahaan Obat Generik
PRO
Prinsi INA-CBGs dalam Optimalisasi pelayanan dengan biaya yang efisien, sehingga obat yang diberikan cukup obat generik yang sudah diatur dalam formularium nasional
Perusahaan Obat Bermerk/Paten
KONTRA
Obat bermerk/paten adalah bentuk maksimalisasi pelayanan kesehatan, sehingga obat-obat bermerk/paten tidak akan digunakan dalam system INA-CBGs
Penerima Bantuan Iuran (PBI)
NETRAL
Mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dengan komplit (sesuai clinical pathway) dengan sarana yang terbatas,  walaupun masih ada sisa anggaran (kadang-kadang)dalam tarif INA-CBGs. Tidak bisa protes.
Pembayar Premi Kelas III
KONTRA
Mendapat paket pelayanan yang sama dengan PBI (sarana yang terbatas), namun membayar premi yang lebih besar dari premi yang dibayar pemerintah untuk PBI.
  

Tabel 2. Skor dalam kebijakan Managed care
 dengan INA-CBGs

Stakeholder
PRO
NETRAL
KONTRA
Pemerintah
5


BPJS
5


Rumah Sakit Pemerintah
3


Rumah Sakit Swasta


4
Tenaga Medis


3
Perusahaan Obat Generik
4


Perusahaan Obat Bermerk/Paten


3
Penerima Bantuan Iuran (PBI)

0

Pembayar Premi Kelas III


2
JUMLAH
17
0
12



1 komentar:

  1. Untuk sistem pembayaran untuk dokter keluarga memakai sistem kapitasi kan yo ? berarti sepertinya judul pembahasan kebijakan di tekankan kepada provider RS atau puskesmas inap .. misalnya ..

    BalasHapus