Analisa
logis kebijakan sistem pembayaran pelayanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN)
Oleh : Trio Adiwibowo
(13/354345/PKU/13881)
Analisa Kebijakan :
Tepat 1 Januari
2014, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
sebentar lagi akan diterapkan di Indonesia yang dikelola BPJS. Dengan
diterapkannya Jaminan Kesehatan secara nasional tersebut artinya cakupan
peserta akan meningkat secara drastis, dengan begitu akan ada peningkatan yang
besar pula terhadap permintaan pelayanan kesehatan, hal ini menyebabkan
pembiayaan pelayanan kesehatan akan membesar serta resiko tinggi pembengkakan
biaya pelayanan yang harus dibayar BPJS kepada Penyedia Pelayanan Kesehatan
(PPK). Sehingga perlu satu kebijakan
yang mengatur cara pengelolaan Jaminan Kesehatan yang tepat dalam rangka
menghindari sistem asuransi sosial menjadi collaps.
Secara teori cara
pengelolan asuransi kesehatan dapat dilakukan dalam bentuk managed care,
indemnitas, dan kapitasi, serta beberapa lainnya. Secara jelas alasan pemilihan
kebijakan cara pengelolaan pembayaran pelayanan kesehatan adalah sebagai
berikut :
1. Managed care dengan INA-CBGs, Asuransi kesehatan
yang melakukan kontrak dengan PPK dan benefit yang diperoleh berupa pelayanan
kesehatan. Dalam konteks JKN, tarif yang diberlakukan adalah tariff berdasarkan
INA-CBGS, sehingga Biaya pelayanan dapat dikendalikan karena sudah memiliki
tariff yang tetap serta mutu pelayanan juga terkendali karena dengan IN-CBGs
harus dituntut menerapkan clinical pathway dengan sungguh-sungguh dengan
demikian dapat menghindari asimetri informasi.
2. Indemnitas dengan klaim terbatas, Asuransi
kesehatan yang membayar benefit dalam bentuk uang apabila peserta sakit. Klaim
dilakukan setelah peserta membayar sendiri ke rumahsakit dan Peserta bebas
memilih PPK. Yang menjada masalah pada cara pembayaran ini adalah aka nada
hasrat maksimalisasi pelayanan kesehatan sehingga biayanya pun akan semakin
besar. Walaupun ada batasan klaim, namun hal itu dapat menurunkan mutu
pelayanan kesehatan dan clinical pathway tidak maksimal (putus ditengah jalan).
3. Kapitasi, merupakan suatu sistem
pembiayaan pelayanan kesehatan yang dilakukan di muka berdasar jumlah
tanggungan kepala per suatu daerah tertentu dalam kurun waktu tertentu tanpa
melihat frekuensi kunjungan tiap kepala tersebut. Kelemahan dalam cara
pembayarn ini sering terjadi underutilisasi (pengurangan layanan yang diberikan).
Analisis
Stakeholder : Pro
Kontra Aktor terkait dalam Kebijakan managed care dengan INA-DRGs dalam
pelaksanaan Jamninan Kesehatan Nasional (JKN)
Tabel
1. Pendukung Versus Penentang Kebijakan
Managed
care dengan INA-DRs
STAKEHOLDER
|
STATUS
|
PENJELASAN
|
Pemerintah
|
PRO
|
Lebih
mudah untuk mengontrol biaya (kendali biaya) sehingga dapat menghindari jebol
anggaran.
|
BPJS
|
PRO
|
Pengalaman
menjalankan system INA-CBGs, serta mudah untuk mengelola biaya pelayanan
kesehatan ke PPK
|
Rumah
Sakit Pemerintah
|
PRO
|
Kebanyakan
pasien kelas III, dimana tarif INA-CBGs dengan tarif RS ada gap yang besar,
sehingga lebih menguntungkan RS.
|
Rumah
Sakit Swasta
|
KONTRA
|
Tarif
RS swasta yang mahal dan berorientasi pada keuntungan sebesar-besarnya,
merasa tarif INA-CBGs tidak cukup untuk mebiayai pelayanan kesehatan yang
diberikan.
|
Tenaga
Medis
|
KONTRA
|
Jasa
medis yang dianggap kecil karena harus dibagi dengan tenaga medis dan non
medis yang lain, sementara beban kerja semakin tinggi karena cakupan peserta
yang besar.
|
Perusahaan Obat Generik
|
PRO
|
Prinsi
INA-CBGs dalam Optimalisasi pelayanan dengan biaya yang efisien, sehingga
obat yang diberikan cukup obat generik yang sudah diatur dalam formularium
nasional
|
Perusahaan Obat Bermerk/Paten
|
KONTRA
|
Obat
bermerk/paten adalah bentuk maksimalisasi pelayanan kesehatan, sehingga
obat-obat bermerk/paten tidak akan digunakan dalam system INA-CBGs
|
Penerima Bantuan Iuran (PBI)
|
NETRAL
|
Mendapatkan
pelayanan kesehatan gratis dengan komplit (sesuai clinical pathway) dengan sarana
yang terbatas, walaupun masih ada sisa
anggaran (kadang-kadang)dalam tarif INA-CBGs. Tidak bisa protes.
|
Pembayar Premi Kelas III
|
KONTRA
|
Mendapat
paket pelayanan yang sama dengan PBI (sarana yang terbatas), namun membayar
premi yang lebih besar dari premi yang dibayar pemerintah untuk PBI.
|
Tabel
2. Skor dalam kebijakan Managed care
dengan INA-CBGs
Stakeholder
|
PRO
|
NETRAL
|
KONTRA
|
Pemerintah
|
5
|
||
BPJS
|
5
|
||
Rumah
Sakit Pemerintah
|
3
|
||
Rumah
Sakit Swasta
|
4
|
||
Tenaga
Medis
|
3
|
||
Perusahaan Obat Generik
|
4
|
||
Perusahaan Obat Bermerk/Paten
|
3
|
||
Penerima Bantuan Iuran (PBI)
|
0
|
||
Pembayar Premi Kelas III
|
2
|
||
JUMLAH
|
17
|
0
|
12
|
Untuk sistem pembayaran untuk dokter keluarga memakai sistem kapitasi kan yo ? berarti sepertinya judul pembahasan kebijakan di tekankan kepada provider RS atau puskesmas inap .. misalnya ..
BalasHapus